Resep Kalio Ayam Tanpa Santan a la JTT
Karena tidak ingin repot dan terlalu malas mempersiapkan makanan saat sahur dan berbuka setiap hari, maka saya pun memutuskan untuk memasak satu atau dua masakan dalam porsi yang banyak dan menyantapnya selama berhari-hari. Berhubung Heni mengidap darah tinggi dan menghindari daging merah maka ayam atau ikan merupakan pilihan aman sekaligus pilihan yang lebih murah. Dimulai dari hari pertama puasa, saya membuat sepanci besar ayam woku dari dua ekor ayam. Masakan yang bisa disantap orang sekampung itu membuat setiap sahur dan buka puasa kami diwarnai dengan lauk yang sama selama berhari-hari dan walau di hari ketiga rasa eneg mulai menyerang namun kami tetap berusaha bertahan hingga si ayam habis tak bersisa.
Tidak kapok dengan pengalaman ayam woku, saya melanjutkan lagi dengan masakan ayam jilid dua yaitu ayam kalio. Seperti biasa, habit saya yang susah memasak dalam porsi kecil, membuat sepanci besar ayam kalio hadir di meja makan. Kembali saya dan Heni mengulang story yang sama namun kali ini dengan aktor pendukung yang berbeda. Walau kalio ayam plus kentang ini terasa sangatlah lezat, namun kali ini kami berdua sampai juga pada titik jenuh dengan masakan ayam. Ketika Heni berkomentar ke adik saya, Dimas, "Kemarin kita berhari-hari makan ayam terus Mas, sampai eneg banget rasanya," maka saya pun merasa cukup sudah. Sepertinya saya harus memutar otak mencari masakan lainnya, tentu saja ehem... Yang bisa dimakan berhari-hari juga. ^_^
Labels: Ayam
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home